MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ALIRAN PERENIALISME
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang yang
memiliki tujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah ialah
kedewasaan, kematangan. Sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah
bertumbuh menuju ketingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan terwujud
apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan misalnya: iklim,
makanan, kesehatan, keamanan sesuai dengan kebutuhan manusia adanya aktifitas
dan lembaga-lembaga pendidikan merupakan jawaban manusia atas problema itu.
Karena manusia berkesimpulan, dan yakin bahwa pendidikan itu mungkin dan mampu
mewujudkan potensi manusia sebaga aktualitas, maka pendidikan itu
diselenggarakan.
Timbulnya problem dan pikiran pemecahan itu adalah bidang
pemikiran filsafat dalam hal ini filsafat pendidikan berarti pendidikan adalah
pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan kata lain ide filsafat yang memberi
asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan dan pembinaan manusia, ilmu
pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas penyelenggaraan pendidikan.
Aliran maupun gagasan tokoh dalam filsafat khususnya dalam
bidang pendidikan membawa dalam kehidupan
Salah satu aliran filsafat pendidikan ialah perenialisme. Perenialisme
lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting
dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham
ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka didapat beberapa rumusan masalah, yakni sebagai
berikut :
1.
Apa
yang dimaksud dengan aliran perenialisme ?
2.
Bagaimana
sejarah perkembangan aliran perenialisme ?
3.
Siapa
sajakah filsuf aliran perenialisme ?
4.
Bagaimana
hakikat aliran perenialisme ?
C.
Tujuan Makalah
Berdasarkan latar belakang dan
rumusan masalah diatas, maka didapat tujuan penyusunan makalah ini, yakni
sebagai berikut :
1.
Sebagai salah satu bentuk pemenuhan tugas
kelompok dari matakuliah “Filsafat Ilmu
Pendidikan” pada semester 1 (satu) ini.
2.
Untuk
mengetahui hakikat aliran perenialisme yang mencakup pengertian aliran
perenialisme.
3.
Untuk
mengetahui sejarah perkembangan aliran perenialisme.
4.
Untuk
mengetahui pandangan filsuf aliran perenialisme.
5.
Untuk
mengetahui hakikat pendidikan menurut aliran perenialisme.
D.
Manfaat
Makalah
Adapun beberapa manfaat yang diperoleh
dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui konsep dasar aliran perenialisme.
2. Mengetahui implementasi konsep dasar
aliran perenialisme pada pendidikan.
3. Sebagai
pedoman bagi para pembacanya untuk mengetahui lebih lanjut tentang konsep dasar
aliran perenialisme sebagai salah satu aliran filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat
Aliran Perenialisme
Perenialisme berasal dan kata
perenial yang diartikan sebagai continuing througbout the whole year atau
lasting for a very long time (abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada
akhir. Esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada
nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil analogi
realita sosial budaya manusia, seperti realita sepohon bunga yang terus menerus
mekar dari musim ke musim, datang dan pergi, berubah warna secara tetap
sepanjang masa, dengan gejala yang terus ada dan sama. Jika gejala dari musim
ke musim itu dihubungkan satu dengan yang lainnya seolah-olah merupakan benang
dengan corak warna yang khas, dan terus menerus sama.
Perenialisme memandang bahwa
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap
ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata)
tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut
berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu
merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini.
Filsafasat pendidikan Perenialisme adalah mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini
penuh dengan kekacauan dan ketidak
pastian,dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan kehidupan
moral,intelektual,dan sosio kultural,untuk memperbaiki keadaan ini dengan
kembali kepada nilai nilai atau prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup
yang kuat pada zaman dulu abad pertengahan (Perealisme membicarakan tentang
nilai kebenaran,nilai ini sudah ada pada setiap budaya yang ada pada
masyarakat).
Ciri Utama
memandang Perenialisme bahwa keadaan sekarang adalah zaman yang
mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpang
siuran, berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk
mengaman lapangan moral,inteltual dan lingkungan sosial kultural yang
lain,ibarat kapal yang akan berlayar zaman memerlukan pangkalan dan arah tujuan
yang jelas .
Perenialisme mempunyai ciri-ciri
tertentu. Adapun ciri-ciri itu adalah (Sadullah Uyoh,2004: 23) :
1. Perenialisme berakar pada tradisi
filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato, Aristoteles dan Santo Thomas
Aquines.
2. Sasaran pendidikan ialah kemampuan
menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai abadi dalam arti tak
terikat oleh ruang dan waktu.
3. Nilai bersifat tak berubah dan
universal.
4. Bersifat regresif (mundur) dengan
memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman pertengahan (renaissance).
Kondisi dunia yang terganggu oleh budaya yang tak menentu
yaang berada dalam kebingungan dan kekacauan seperti diungkapkan diatas, maka
dengan ini memerlukan usaha serius untuk menyelamatkan manusia,dari kondisi
yang mencekam dengan mencari dan menemukan orientasi dan tujuan yang jelas,dan
ini adalah tugas utama filsafat pendidikan.perenialisme dalam hal ini mengambil
jalan regresif dengan mengembalikan arahnya seperti yang menjadi prinsip dasar
perilaku yang dianut pada masa kuno dan dan abad pertengahan.
Motif Perenialisme dengan mengambil jalan regresif
bukanlah hanya nostaligia atau rindu akan nilai nilai lama untuk diingat atau
dipuja,melainkan berpendapat bahwa nilaai tersebut mempunyai kedudukan vital
bagi pembaangunan kebudayaan abad ke dua puluh.prinsip prinsip aksiomatis yang
terikat oleh waktu itu terkandung dalam sejarah.
Perenialisme memiliki dasar pemikiran yang melekat pada
aliran klasik yang ditokohi oleh plato,aristoteles,augustinus,dan
aquinas,perenialisme dalaam konteks pendidikan ditokohi oleh Robert maynard
Hutchins,Mortimer J.Aadler,dan Sir Richard livingstone.
Prinsip mendasar perenialis kemudian dikembangkan pula
oleh Sayyed Husein Nasr seorang filsuf islam kontemporer yanh mengatakan bahwa
manusia memiliki fitrah yang sama yang berpangkal pada asal kejadiannya yang
fitri yang memiliki konsekuensi logis pada watak kesucian dan kebaikan.perenialisme
dalam konteks Sayyed Husein Nasr terlihat hendak mengembalikan kesadaran
manusia akan hakikatnya yang fitri akan membuatnya berwatak kesucian dan
kebaikan.
Dalam perjalanan sejarahnya,perenialisme berkembang dalam
dua sayap yang berbeda yaitu golongan teologis yang ingin menegkkan
supremasi ajaran agama dan dari kelompok yang skuler yang
berpegang teguh dengan ajaran filsafat Plato Dan Aristoteles.
B. Sejarah
Perkembangan Aliran Perenialisme
Pendukung
filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler. Hutchins
dalam Uyo Sadulloh (2008:155) mengembangkan suatu kurikulum berdasarkan
penelitian terhadap Great Books (Buku Besar Bersejarah) dan pembahasan
buku-buku klasik. Perenialis menggunakan prinsip-prinsip yang dikemukakan
Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquino. Pandangan-pandangan Plato dan
Aristoteles mewakili peradaban Yunani Kuno serta ajaran Thomas Aquino dari abad
pertengahan. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia
Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri,
kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan
reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme
memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan
perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang.
Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata)
tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut
berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa lampau itu
merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini.
Asas-asas
filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua
sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi
gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan
perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato
dan Aristoteles.
Pendapat
di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya
filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia
perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia
itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai
dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang
dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam
maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal
dengan nama perenialisme. Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas
berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula
pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan
Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan
perenialisme.
Neo-Scholastisisme
atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas
dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu
pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan
empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal,
maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di
kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat
spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya,
manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun
yang bersendikan religi.
C. Beberapa
Filsuf Aliran Perenialisme
Pandangan para tokoh mengenai perenialisme yaitu :
1.
Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman
kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran
kebenaran dan ukuran moral merupakan sofisme adalah manusia secara pribadi,
sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian
dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan
bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau
kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang
berasal dari realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber
dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada
sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi.
Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan
nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan
menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.
2.
Aritoteles
Aritoteles (384-322 SM), adalah
murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya,
yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realism (realism klasik).
Cara berfikir Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan
berfikir rasional spekulatif. Arithoteles mengambil cara berfikir rasional
empiris realitas. Ia mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang
lebih dekat dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.
Arithoteles hidup pada abad keempat
sebelum Masehi, namun ia dinyatakan sebagai pemikir abad pertengahan.
Karya-karya Arithoteles merupakan dasar berfikir abad pertengahan yang
melahirkan renaissance. Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia mendapat
sebutan sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan akan menghasilkan kabahagiaan dan
kebajikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau perenuangan pasif, melainkan
merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.
Menurut Arithoteles dalam Uyo
Sadulloh (2008:153) manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai
materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam
materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar akan menuju pada proses
yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia
sebagai hewan rasional memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup
dalam alam materi sehingga akan menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu
kehidupan yang abadi, alam supernatural.
3.
Thomas Aquina
Thomas Aquina mencoba mempertemukan
suatu pertentangan yang muncul pada
waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetulnya dengan
filsafat Aritoteles, sebab pada waktu itu yang dijadikan dasar pemikiran logis
adalah filsafat neoplatonisme dari Plotinus yang dikembangkan oleh St.
Agustinus. Menurut Aquina, tidak terdapat pertentangan antara filsafat
(khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen). Keduanya dapat
berjalan dalam lapangannya masing-masing. Thomas Aquina secara terus menerus
dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.
Menurut Bertens dalam Uyo Sadulloh
(2008:154) Pandangan tentang realitas, ia mengemukakan, bahwa segala sesuatu
yang ada, adanya itu karena diciptekan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya.
Ia mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam menciptakan dunia. Dunia tidak
mengalir dari Tuhan bagaikan air yang mengalir dari sumbernya, seperti halnya
yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme dalam ajaran mereka tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua
hal dalam pemikiran tentang realitannya, yaitu : 1) dunia tidak diadakan dari
semacam bahan dasar, dan 2) penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja.
Dalam masalah pengetahuan, Thomas
Aquina mengemukaan bahwa pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia
luar dan oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia yang
bersumber dari wahyu, manusia dapat memperoleh pengetahuan dengan melalui
pengalaman dan rasionya (di sinilai ia mempertemukan pandangan filsafat
idealism, realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme.
Kadang-kadang orang tidak membedakan antara perenialisme dengan
neotonisme. Perenialisme adalah sama dengan neotonisme dalam pendidikan.
D. Hakikat
Pendidikan Menurut Aliran Perenialisme
Pendidikan
menurut Aliran Perenialisme dipandang sebagai Education As Cultural Regression : Pendidikan sebagai jalan
kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai
kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang
nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut,
dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang
sebagai kebudayaan ideal tersebut. Perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip
pendidikan juga bersifat universal dan abadi.
Robert
M. Hutchins dalam Jalaluddin Abdullah (2007:116) mengemukakan “Pendidikan
mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan dalah kebenaran. Kebenaran di mana pun
dan kapan pun adalah sama. Karena itu kapan pun dan di mana pun
pendidikan adalah sama”. Selain itu pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu
sendiri.
1.
Tujuan Umum Pendidikan
Menurut
Jalaluddin Abdullah, tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke
arah kematangan. Matang dalam artian hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu
mndapat tuntunan, sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba
dasar. Dengan pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung,
peserta didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan yang lain.
Menurut
Thomas Aquinas dalam Jalaluddin Abdullah (2007:117) tujuan pendidikan ialah
sebagai usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi
aktualitas, aktif, dan nyata. Menurut Robert Hatchkins dalam Jalaluddin
Abdullah (2007:118) tujuan pendidikan adalah mengembangkan akal budi sepaya
peserta didik dapat hidup penuh kebijaksanaan demi kebaikan hidup itu sendiri.
Berdasarkan
pendapat tujuan pendidikan yang dikemukakan para ahli diatas maka dapat
disimpulkan tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan peserta didik untuk hidup
bahagia demi kebahagiaannya sendiri. Dengan mengembangkan akalnya maka akan
dapat mempertinggi kemampuan berpikirnya. Pendidikan membantu anak menyingkapi
dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki, oleh karena itu kebenaran-kebenaran
itu universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi
tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai
dengan sebaik-baiknya melalui :
a.
Latihan
intelektual secara cermat untuk melatih pikiran.
b.
Latihan
karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spiritual.
2.
Hakikat Guru
Tugas
utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang
memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor
keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang
yang telah mendidik dan mengajarkan.
Menurut
Zuhairini Arikunto dalam Jalaluddin Abdullah (2007:118) peran guru adalah
mengajar dan memberikan bantuan kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada padanya.
Guru
mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di
kelas. Guru hendaknya orang yang menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru yang
ahli (a master teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa
menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat, dan wataknya tanpa cela. Guru
dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan
keahliannya tifdak diragukan.
3.
Hakikat Murid
Murid
dalam aliran perenialisme merupakan makhluk yang dibimbing oleh prinsip-prinsip
pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia biologis. Hakikat
pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai kepada subyek didik,
mencakup totalitas aspek kemanusiaan, kesadaran, sikap dan tindakan kritis
terhadap seluruh fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Pendidikan
bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara
seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan
dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam
segala aspeknya : spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa,
baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke
arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan.
4. Proses
Belajar Mengajar
Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut
Perenialisme, adalah latihan dan disiplin mental. Maka, teori dan praktik
pendidikan haruslah mengarah kepada tuntunan tersebut. Teori dasar dalam
belajar menurut Perenialisme terutama:
a. Mental dicipline sebagai teori dasar
Menurut Perenialisme sependapat latihan
dan pembinaan berpikir adalah salah satu kewajiban tertinggi dalam belajar,
atau keutamaan dalam proses belajar. Karena program pada umumnya dipusatkan
kepada pembinaan kemampuan berpikir.
b. Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas berpikir dan kemerdekaan harus
menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas berpikir harus disempurnakan
sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan hendaknya membantu manusia
untuk dirinya sendiri yang membedakannya dari makhluk yang lain. Fungsi belajar
harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu aktualisasi diri manusia sebagai makhluk
rasional yang bersifat merdeka.
c.
Leraning to Reason (belajar untuk
berpikir)
Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu
berpikir. Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam
permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan
landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi
tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
d.
Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral
dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar
untuk berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik
etika, sosial politik, ilmu dan seni.
e.
Learning through teaching
Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia
dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses
belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensiself
discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas murid – muridny, karena ia
seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan superior dibandingkan
dengan murid – muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih
5. Kurikulum
Kurikulum
menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada
seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara cultural” para siswa harus
berhadapan dengan bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik yang
diciptakan oleh manusia.
Dua
dari pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan Mortimer
Adler. Sebagai rector the University of Chicago, Hutchin dalam Uyo Sadulloh
(2008:155) menegembangkan suatu
kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitan terhadap Buku besar bersejarah
(Great Book) dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam
seminar-seminar kecil. Kurikulum perenialis Hutchins didasarkan pada tiga
asumsi mengenai pendidikan :
a.
Pendidikan
harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus menerus.
Kebenaran apapun akan selalu benar dimanapun juga. Kebenaran bersifat universal
dan tak terikat waktu.
b.
Karena
kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan –
gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan- gagasan . pengolahan
rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan
c.
Pendidikan
harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam mengenai
gagasan – gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar
dan kritis seperti metoda pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang
sama pada siswa.
Pandangan – pandangan kurikulum menurut
aliran perenialisme yang mempengaruhi praktik pendidikan.
a. Pendidikan Dasar dan Menengah
Ø Pendidikan sebagai persiapan
Perbedaan
Progresivisme dengan Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as
preparation”. Dewey dan tokoh – tokoh Progresivisme yang lain menolak pandangan
bahwa sekolah (pendidikan) adalah persiapan untuk kehidupan. Tetapi
Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di
dalam masyarakat. Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada
dalam fase potensialitas menuju aktualitas, menuju kematangan.
Ø Kurikulum Sekolah Menengah
Prinsip kurikulum
pendidikan dasar, bahwa pendidikan sebagai persiapan, berlaku pula bagi
pendidikan mencegah. Perenialisme membedakan kurikulum pendidikan menengah
antara program, “general education” dan pendidikan kejuruan, yang terbuka bagi
anak 12-20 tahun.
b.
Pendidikan Tinggi dan Adult Education
Ø Kurikulum Universitas
Program “general
education” dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult education. Pendidikan
tinggi sebagai lanjutan pendidikan menengah dengan program general education
yang telah selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun sebab dianggap telah cukup
mempunyai kemampuan melaksanakan program pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi pada
prinsipnya diarahkan untuk mencapai tujuan kebajikan intelektual yang disebut
“The intellectual love of good”.
Ø Kurikulum Pendidikan Orang Dewasa
Tujuan pendidikan
orang dewasa ialah meningkatkan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam
pendidikan lama sebelum itu, menetralisir pengaruh – pengaruh jelek yang ada.
Nilai utama pendidikan orang dewasa secara filosofis ialah mengembangkan sikap
bijaksana, guna merenorganisasi pendidikan anak – anaknya, dan membina
kebudayaannya. Malahan Hutchins mengatakan, pendidikan orang dewasa adalah
jalan menyelamatkan kehidupan bangsa – bangsa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Filsafat
perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat
abadi.
·
Filsafasat
pendidikan Perenialisme adalah mengemukakan
bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan
kekacauan dan ketidak pastian,dan ketidak teraturan terutama dalam
tatanan kehidupan moral,intelektual,dan sosio kultural,untuk memperbaiki
keadaan ini dengan kembali kepada nilai nilai atau prinsip umum yang telah
menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu abad pertengahan (Perealisme
membicarakan tentang nilai kebenaran,nilai ini sudah ada pada setiap budaya
yang ada pada masyarakat).
·
Beberapa tokoh aliran filsafat
perenialisme diantaranya: Plato
(427-347 SM), Aritoteles (384-322 SM) dan Thomas Aquina ()
·
Tujuan pendidikan menurut aliran perenialisme adalah untuk mewujudkan peserta
didik untuk hidup bahagia demi kebahagiaannya sendiri. Dengan mengembangkan
akalnya maka akan dapat mempertinggi kemampuan berpikirnya.
B. Saran
·
Sebagai guru professional sudah
sepantasnya kita mengetahui filsafat pendidikan perenialisme yang dapat
menunjang wawasan dan pengetahuan dibidang pendidikan.
·
Selain memahami filsafat pendidikan
perenialisme kita juga harus mampu melaksanakan pembeajaran sesuai dengan tujuan pendidikan nasional di Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Afid Burhanuddin.2013.Pendidikan Filsafat
Perenialisme dalam Pembelajaran, Network,(online),
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/22/pendidikan-filsafat-perenialisme-dalam-pembelajaran/,
diakses 17:17 15 agustus 2015.
Bahtiar, Amsal.2007.Filsafat Ilmu.Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Emi Rusdiani.2013. Makalah Filsafat Tentang Aliran Perenialisme dan Rekonstruksionisme.
network, (online), http://7893mimie.blogspot.co.id/2013/12/makalah-evaluasi-tentang-aliran.html, diakses 17:15 24 September 2015.
Jalaluddin,
Abdullah Idi.(2007). Filsafat
Pendidikan, Manusia, Filsafat dan pendidikan. Yogyakarta:Media
Ar-Ruzz.
Latif, Mukhtar.2014.Orientasi
Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu.Jakarta:Kencana.
Saddulloh,Uyah.
(2008).Pengantar Filsafat Pendidikan.Bandung:CV. Alfabeta.
2
komentar